Refreaming dan Pola Rejeki

Sabtu, 06 Oktober 2012


terus terang saya sempat menggerutu, terus terang saya sempat marah, bergumam dan terjebak dalam pemikiran yang salah, saat ban belakang saya bocor dan terpaksa mengganti ban dalam yang menurut saya itu sebuah pengeluaran yang cukup untuk makan untuk 3 hari. yang terpikir oleh saya saat itu hanya bagaimana bisa paku masuk ke dalam ban saya? modus orang indonesia, pasti tebar paku biar tambal bannya laris. Seharusnya nggak seperti itu caranya, licik, kotor, saling mencurangi satu sama lain. yap, saya mengakui itu terbesit cukup lama di pikiran saya, karena memang saat itu keuangan saya sedang pas-pasan. Di tambah lagi dengan , jadwal saya kacau, saya berkeringat sehingga merasa tak nyaman saat bertemu dengan relasi saya, sungguh menyebalkan. 
tapi sesaat setelah itu saya mencoba menerka maksud Tuhan. saya mulai merubah sudut pandang saya dan mulai mengarang cerita tentang sistem pembagian rejeki di pikiran saya tentang ini.

Okay,. semoga anda bisa mengerti maksud saya,
Rian adalah seorang pemuda kampung yang terhimpit masalah ekonomi, dia menyadari bahwa menjual pernak-pernik keliling dengan sepeda motornya tidak akan bisa menutupi kebutuhan hidupnya dan adik-adiknya. doa dia hanya satu, pulang ke rumah dengan keuntungan 150rb rupiah, untuk spp kedua adiknya bulan ini. Rian berdoa, memanjatkan doa yang tulus agar diberi Tuhan rejeki sebanyak 150rb rupiah, hanya itu yang terpikir selama Rian berjualan pagi itu. Tak disangka, saat siang menjelang sore ada pembeli yang suka dan langsung memborong dagangan Rian. Tuhan memberikan rejeki yang melebihi doa Rian yaitu keuntungan sebesar 200rb rupiah. karena dagangannya sudah habis Rian bergegas pulang ke rumah dengan hati yang gembira. Namun tiba-tiba..... cesss......... ban Rian bocor di tengah-tengah perjalanan pulang. Rian mampir sejenak ke tukang tambal ban terdekat, namun setelah diperiksa ternyata ban sepeda motor Rian terkena paku yang cukup besar dan memaksanya untuk mengganti ban seharga 50rb. Yang tentu menurut Rian itu sangat berarti, Rian menggerutu sepanjang proses penggantian ban itu, dan bertanya-tanya pada Tuhan "Mengapa". dan memikirkan segala kemungkinan di balik peristiwa itu.

  1. pasti tukang tambal ban ini yang menebar paku di tengah jalan
  2. atau mungkin tempat tambal ban tempo hari mengganti ban saya dengan ban lama sehingga gampang rusak
  3. (atau bahkan terus menerus menyalahkan Tuhan "Mengapa aku")
tanpa mau mengerti, tanpa mau memahami bahwa orang lain juga selalu berdoa untuk mendapatkan rejeki. Rian seorang pedagang pernak-pernik, maka Tuhan akan mendatangkan rejekinya melalui dagangannya, lalu bagaimana dengan "Tukang Tambal Ban"? Rian masih belum bisa menangkap bahwa Tuhan telah memberinya rejeki melebihi yang Ia harapkan. Rian mengharap 150rb Tuhan memberinya 200rb. Sebenarnya Tuhan telah menitipkan 50rb kelebihannya memang untuk Tambal ban yang ternyata juga berdoa untuk mendapatkan rejeki hari ini untuk melunasi hutang-hutangnya di warung, dan untuk membeli beras dan sedikit lauk.

Yap, itu mirip sekali dengan kisah saya, mungkin saya pernah mendapatkan rejeki, namun tak tak membaginya dengan anak yang berjualan koran di seberang. Tanpa menyadari bahwa rejeki yang diberikan Tuhan kepada saya sebagian milik mereka yang menjajakan koran di sebelah saya, tapi saya tidak membelinya meskipun memang saya tidak perlu

Itu biasa disebut dengan "Refreaming" yaitu membingkai kembali dengan pemahaman dan sudut pandang yang berbeda. dalam artian saya yang saat sial saat itu mengganti sudut pandang ke tukang tambal ban yang justru untung. dan mengganti sudut pandang lagi menjadi pedagang yang untung besar, dan menyikapi kejadian tersebut dengan lebih bijaksana.

Nah, Refreaming ini juga kerap saya gunakan untuk memahami target hipnotis. kalimat apa yang cocok untuk target, induksi apa yang cocok untuk target, pre-induction apa yang pas, dan sebagainya. Dengan membayangkan bahwa saya adalah dia
contoh: saya ingin menghipnotis anak SMP, apakah saat saya dulu SMP saya terbiasa di panggil "anda"? (Tidak) apakah saya merasa aneh saat di panggil "anda"? (Iya) lalu saat dulu SMP saya biasa di panggil apa ya? (koen) okay keliatannya "koen" terlalu ekstrem kalau dulu saya SMP di panggil "kamu" reaksi saya? (biasa dan nyaman saja)
nah, dengan melakukan pemikiran seperti itu kerap memudahkan saya untuk menemukan kalimat yang sesuai untuk target, salah satunya adalah panggilan "kamu" saat proses hipnotis.
okay, contoh yang kedua:
saya ingin menghipnotis teman wanita saya yang wataknya lembut dan kalem, maka uji sugestibilitas apa yang sesuai untuk dia?
kalau saya jadi dia, apakah saya akan nyaman dengan tangan yang kaku? (tidak) okay berarti Rigid Catelepsy kurang cocok untuk dia, apakah apakah dia akan nyaman dengan genggaman keras? (tidak) okay berarti tangan lem juga tidak cocok, kira-kira kalau menggunakan books and ballons cocok tidak ya? (cocok) karena tidak ada sentuhan fisik yang cukup membuat wanita berwatak kalem jadi kaget, dan saya akan memberikan instruksi secara perlahan.
menurut saya pengetahuan praktisi hipnotis tentang banyaknya uji sugestibilitas dan induksi sangat diperlukan untuk memilih teknik yang sesuai untuk membawa target ke dalam trance terdalamnya.

okay, terima kasih telah membaca ^_^
saya menulis seperti itu bukan karena saya sudah menguasai ratusan teknik dan sudah merasa hebat, tapi hanya ingin berbagi, dan menjelaskan bahwa hipnotis tidak menggunakan kekuatan ghaib, dan hipnotis juga tidak sekedar membaca text yang tidak setiap kali bisa diulang terhadap dua target yang berbeda.
=]